Titik Keraguan


Kedua kali nya aku merasa hilang pada stenelase bintang. Yang pertama dengan seseorang pada ruang nostalgia, dan kali ini kau, kasih. Dulu aku merasa kacau karena telah dibuat rancu dengan persoalan bagaimana mengurai arti dari seseorang dari ruang nostalgia yang ingin pergi dari cerita. Lalu kini, apakah aku sekarang berganti menjadi seorang yang antagonis pada masa laluku? Ataukah memang ini jalan cerita yang kau rangkai malaikatku?
Aku masih hidup dalam bulir pasir mimpi yang tak terhitung jumlahnya. Doa selalu aku kaitkan setiap kali gelap datang. Doaku sederhana, hanya ingin berdamai dan dicintai oleh ciptaan-Mu di stenelase ini, termasuk kasih. Bagiku, bukankah aku menjadi orang jahat jika aku tak mengubris ketulusan hati kasih kepadaku, namun tidakah aku menjadi seorang yang pembual dan membohongi diriku sendiri jika aku teruskan memberi rasa pada kasih? Maafkan aku untuk 8 musim yang telah kita lewati bersama, aku telah membohongi perasaanku sendiri dan memberimu kedalaman makna yang terlalu jauh untuk diungkapkan.
Aku akui jika hidupku sekarang tak terlepas dari gelombang penuh makna yang dengan tulus kau hantarkan padaku. Namun,  tidak semua leksia yang telah kau ungkapkan itu dapat aku maknai. Tidak semua leksia itu sesuai dengan tujuanku. Sekali lagi, mungkin jika horizonmu tak melulu tentang materialisme dan erotis, aku akan tertarik untuk mendalamimu. Kasih, aku jenuh. Malam ini aku harus akui segala kelabuku, maafkan aku. Pintuku tak lagi serapat dahulu. Aku tidak sanggup menahan rasa ingin tahuku kepada bintang itu.
Malaikat, bukankah kau tahu jika aku selalu berdoa agar aku dapat menjadi satu dalam orbit yang sama dengan kasih. Namun, bagaimana mungkin aku dapat bersama dengannya, sedangkan kasih memilih orbit yang tak aku inginkan? Dan sekarang, kau hadirkan bintang lain yang layak untuk aku ikuti sinarnya. Oh malaikatku, aku lelah dengan semua ini. Kau hadirkan bintang baru lagi? Bagaimana bisa kau mengarahkanku menjadi seorang yang menyakiti dua bintang sekaligus? Bukankah musim lalu aku lah korbannya? Lalu mengapa sekarang aku yang kau posisikan arogan?


Category: 0 komentar

0 komentar: